Akhlak Bermusyawarah
Judul Journal:
Komunikasi dalam
Musyawarah (Tinjauan Konsep Asyura dalam Islam).
Oleh: Tsalis Rifa’i.
Channel, Vol. 3, No. 1, April 2015.
Musyawarah
Secara bahasa kata asy syura diambil
dari kata kerja syawara yang berarti menampakkan sesuatu atau
mengeluarkan madu dari sarang lebah. Sedangkan kata musyawarah diambil dari
bahasa Arab, yaitu syura yang diserap ke dalam bahasa Indonesia yang mengandung
arti berunding dan berembuk. Dalam kamus Arabic English Dictionary,
syura bermakna perundingan atau konsultasi. Jadi secara bahasa musyawarah
adalah mengeluarkan pendapat, berembuk, konsultasi dengan orang lain.
Sedangkan secara terminologi musyawarah berarti perbuatan
aktif yang tidak berhenti pada batas-batas sukarela dalam berpendapat,
melainkan meningkat dari sukarela menjadi upaya perbuatan mengemukakan pendapat
sebaik-baiknya.
Etika Komunikasi Dalam Musyawarah
Andersen mendefinisikan etika
adalah suatu studi tentang nilai-nilai dan landasannya bagi penerapannya yang
menyangkut bagaimana itu kebaikan dan bagaimana itu keburukan serta dilakukan
dengan sengaja dan menyadarinya ketika perbuatan itu dilakukan.
Jadi etika komunikasi dalam musyawarah adalah nilai-nilai yang
mencakup sikap, opini, dan perílaku atau perbuatan seseorang secara sadar untuk
menyampaikan pesan dalam musyawarah. Komponen-komponen etika dalam komunikasi
adalah: competence (kemampuan atau kewenangan), integrity (kejujuran),
dan good will (tenggangrasa).
Adapun faktor-faktor pendukung etika dalam komunikasi adalah:
1) Persíapan (preparation), yaitu mempersiapkan baik
bahan, sikap, psikologis ketika akan berbicara. Hal ini penting agar penguasaan
materi dan proses komunikasi yang dijalani bisa berjalan dengan lancar.
Disini dalam
persiapan adalah termasuk sebuah bahan utama atau inti dalam bermusyawarah, hal
ini dengan ada persiapan yang mateng ketika dalam mengungkapkan pendapat akan
berjalan lancar, dan lebih tertata sehingga dapat dipahami oleh anggota
musyawarah yang laiinnya.
2) Kesungguhan (seriousness), sikap yang
sungguh-sungguh dalam berkomunikasi akan menimbulkan kepercayaan dari para
komunikan.
Dalam
mengungkapkan pendapat bermusyawarah penting dalam berkata harus sungguh
sungguh dikarenakan, dengan sungguh-sungguh akan menimbulkan rasa yaqin dari
yang mendengarkan. Dalam hal ini sungguh-sungguh harus berdasarkan alasan yang
benar dan meyaqinkan yang lain untuk menerima pedapat yang ita sampaikan.
3) Ketulusan (sincerity),
sikap yang tulus dan jujur dari seorang komunikator akan menunjukkan reputasi
sehingga akan menimbulkan kepercayaan.
Dalam
bermusyawarah tidak hanya soal saling kritik atau saling menyalahkan atau
mengalahkan satu sama lain, dalam ermusyawarahpun diperlukan sikap santun yakni
yang mengungkap pendapat yang secara tulus untuk kebaikan bersama. Sehingga
menimbulkan rasa percaya dan menampakkan musyawarah yang baik dan berakhlak.
4) Percaya diri (confidence), sikap percaya diri pada
diri seorang komunikator akan berakibat pada penguasaan diri dan audience secara
sempurna, sehingga psikologispun akan terdorong stabil.
5) Ketenangan (poise), sikap yang tenang akan membawa
psikologis audience untuk selalu mengikuti dan memperhatikan pesan yang
disampaikan. Dan dalam ketenangan ada dua faktor yang mendukung yaitu:
keramahan dan kesederhanaan. Kedua-duanya akan menambah simpatik dari para
komunikan.
Dakwah dalam kata lain dapat
disebut dengan amar ma’ruf nahìmunkar atau mengajak pada kebaikan dan
mencegah dari kemungkaran. Menurut pernyataan Syekh Muhammad Abduh sebagaimana
dikutip oleh Taufiq Asy Syawi memberi pernyataan bahwa ayat-ayat Al Qur’an
mengenai amar ma’ruf nahi munkar adalah dasar wajibnya musyawarah dan
komitmen terhadapnya. Hal ini merupakan jawaban yang tegas bagi orang-orang
yang membantahnya. Karena amar ma’ruf nahimunkar dengan segala
universalnya mewajibkan seluruh individu agar mewakili jamaah dalam memerintah
dan melarang sesuatu yang harus dítetapi. Dan mungkin lebih dari itu, hal ini
mewajibkan kepada mereka untuk mengambil tindakan praktis dalam bentuk perintah
atau larangan untuk mencegah kemungkaran dan menetapi kebaikan.
Pada dasarnya musyawarah adalah
sesuatu yang telah diajarkan oleh rasul untuk mencapai keputusan yang baik dan
benar dalam masalah apapun entah berupa agama, atau masalah negra hingga
masalah yng paling kecilpun. Sehingga
rasul mengajarkan dasar musyawarah yang baik secara benar secara amar maruf
nahi mungkar.
Dan musyawarah bidsa juga menjadi
ladang dakwah dalam menegakkan kebenaran dan mencegah kemungkaran.
Adapun yang dimaksud dengan dakwah dalam musyawarah adalah
nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam musyawarah sehingga dapat
dikategorikan sebagai sebuah proses untuk ber’amar ma’ruf nahimunkar.
Sebagaimana telah disampaikan oleh DR. Taufiq Asy Syawi bahwa
instrument dakwah dalam musyawarah meliputi:
Pertama, musyawarah sebagai
kesetiakawanan, kekuatan serta kemerdekaan individu dan hak-hak mereka sebagai
manusia. Ini adalah arti musyawarah dalam bentuk universal dimana eksistensi
orang banyak, kemudian hak dan tanggungjawabnya diambil dari seluruh individu
sebagai bagian dari solidaritas seluruh individu tersebut. Dari konteks ini
dapat digarisbawahi bahwa kepentingan orang banyak harus lebih diutamakan dari
pada kepentingan individu.
Kedua, musyawarah dapat
dikatakan sebagai instrument dakwah apabila musyawarah dapat menjadi tempat
memuliakan dan membimbing seseorang menuju arah yang lebih baik. Ketika manusia
bebas melalui jalan yang dipersiapkan oleh syariat untuk memerdekakan bangsa
dari cengkraman berbagai faktor material, dan juga dapat membebaskannya dari
pengaruh aneka teori dan filsafat yang membelenggu mereka dalam mengatur
urusannya sendiri dan dalam menggunakan haknya dalam menjalankan semua urusan
itu sehingga memperoleh kemerdekaan secara sempurna, disitulah letak musyawarah
sebagai pemuliaan dan bimbingan.
Yang ketiga adalah,
musyawarah sebagai kaidah sosial. Dapat dikatakan bahwa musyawarah sebagai
kaidah sosial apabila musyawarah tidak menjadi saka guru pemerintahan yang akan
membatasi kekuasaan para penguasa, tetapi yang dapat menjadi
tiang tegaknya kemerdekaan individu dan hak-hak bangsa dalam
kesetiakawanan masyarakat dalam segi tatanan sosial, politik, ekonomi dan
masalah-masalah kemasyarakatan yang lainnya.
Keempat adalah musyawarahsebuah
kekuasaan yang fitri
Maksudnya adalah dalam
tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara musyawarah harus menjadi fondasi
utamanya, dimana disitu ada umat yang mengharapkan sisi humanis menyadari
setiap tatanan sosial yang berlaku. Olehkarena itu, fiqhul khilafah dan
sistem pemerintahan harus kembali pada prinsip musyawarah. Artinya kebebasan
yang diberikan oleh Allah kepada manusia tidak terbatas pada individu-individu
saja tapi juga memberi kebebasan kepada jama’ah dan umat yang dewasa.
Kemudian musyawarah dapat dikatakan menjadi instrument dakwah
apabila musyawarah dapat fondasi HAM dan dapat menjalin kerjasama yang baik dan
halal dalam mencari materi. Musyawarah sebagai teori umum dimulai dari hak
asasi manusia dan kebebasannya serta kekuasan umat dan kedaulatannya. Karena penekanan
HAM dalam syariat tidak terbatas pada kebebasan pribadi saja tetapi juga
menetapkan dalam hal yang bersifat jama’ah. Diantaranya adalah hak dalam
penggunaan harta dan jama’ah sebagai wujud kesetiakawanan sosial yang
mengharuskan kerja sama.
Dan yang terakhir adalah musyawarah
dapat membangkitkan semangat untuk saling menguatkan tali persatuan dan
kesatuan. Dalam kenyataan mayoritas negara-negara Islam yang masih berkembang,
terbelakang dan tertinggal dari segi ekonomi, iptek maupun sumber daya manusianya,
merupakan hal yang wajar apabila mayoritas rakyatnya mudah tergiur dengan gaya
hidup yang hedonisme. Sehingga dengan gaya hidup tersebut umat akan semakin
meninggalkan agama dan kultur yang telah ada sejak nenek moyang. Dengan adanya
musyawarah diharapkanakan membawa persatuan bagi umat karena berbeda dalam
mensikapi budaya hedonisme tersebut.
Berbeda
bagaimanapun dengan adanya jhubungan yang erat melewati sebuah musyawarah yang
santun saling menghormati satu sama lain walau berbeda pendapat tetap saling
menghormati satu dengan lainnya, dengan yaqin dan tulus serta baik dalam
mengungkapkan pendapat akan memunculkan pendapat yang mengagumkan dan mencapai
kesepakatan dan keputusan yang baik pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar