Sabtu, 15 September 2018

Akhlak Bermusyawarah dari journal Komunikasi dalam musyawarah

resume

Akhlak Bermusyawarah

Judul Journal:

 Komunikasi dalam Musyawarah (Tinjauan Konsep Asyura dalam Islam). 

Oleh: Tsalis Rifa’i.

Channel, Vol. 3, No. 1, April 2015.



           

Musyawarah

Secara bahasa kata asy syura diambil dari kata kerja syawara yang berarti menampakkan sesuatu atau mengeluarkan madu dari sarang lebah. Sedangkan kata musyawarah diambil dari bahasa Arab, yaitu syura yang diserap ke dalam bahasa Indonesia yang mengandung arti berunding dan berembuk. Dalam kamus Arabic English Dictionary, syura bermakna perundingan atau konsultasi. Jadi secara bahasa musyawarah adalah mengeluarkan pendapat, berembuk, konsultasi dengan orang lain.

            Sedangkan secara terminologi musyawarah berarti perbuatan aktif yang tidak berhenti pada batas-batas sukarela dalam berpendapat, melainkan meningkat dari sukarela menjadi upaya perbuatan mengemukakan pendapat sebaik-baiknya.



Etika Komunikasi Dalam Musyawarah

Andersen mendefinisikan etika adalah suatu studi tentang nilai-nilai dan landasannya bagi penerapannya yang menyangkut bagaimana itu kebaikan dan bagaimana itu keburukan serta dilakukan dengan sengaja dan menyadarinya ketika perbuatan itu dilakukan.

Jadi etika komunikasi dalam musyawarah adalah nilai-nilai yang mencakup sikap, opini, dan perílaku atau perbuatan seseorang secara sadar untuk menyampaikan pesan dalam musyawarah. Komponen-komponen etika dalam komunikasi adalah: competence (kemampuan atau kewenangan), integrity (kejujuran), dan good will (tenggangrasa).



Adapun faktor-faktor pendukung etika dalam komunikasi adalah:

1) Persíapan (preparation), yaitu mempersiapkan baik bahan, sikap, psikologis ketika akan berbicara. Hal ini penting agar penguasaan materi dan proses komunikasi yang dijalani bisa berjalan dengan lancar.

            Disini dalam persiapan adalah termasuk sebuah bahan utama atau inti dalam bermusyawarah, hal ini dengan ada persiapan yang mateng ketika dalam mengungkapkan pendapat akan berjalan lancar, dan lebih tertata sehingga dapat dipahami oleh anggota musyawarah yang laiinnya.



2) Kesungguhan (seriousness), sikap yang sungguh-sungguh dalam berkomunikasi akan menimbulkan kepercayaan dari para komunikan.

            Dalam mengungkapkan pendapat bermusyawarah penting dalam berkata harus sungguh sungguh dikarenakan, dengan sungguh-sungguh akan menimbulkan rasa yaqin dari yang mendengarkan. Dalam hal ini sungguh-sungguh harus berdasarkan alasan yang benar dan meyaqinkan yang lain untuk menerima pedapat yang ita sampaikan.



3) Ketulusan (sincerity), sikap yang tulus dan jujur dari seorang komunikator akan menunjukkan reputasi sehingga akan menimbulkan kepercayaan.

            Dalam bermusyawarah tidak hanya soal saling kritik atau saling menyalahkan atau mengalahkan satu sama lain, dalam ermusyawarahpun diperlukan sikap santun yakni yang mengungkap pendapat yang secara tulus untuk kebaikan bersama. Sehingga menimbulkan rasa percaya dan menampakkan musyawarah yang baik dan berakhlak.



4) Percaya diri (confidence), sikap percaya diri pada diri seorang komunikator akan berakibat pada penguasaan diri dan audience secara sempurna, sehingga psikologispun akan terdorong stabil.



5) Ketenangan (poise), sikap yang tenang akan membawa psikologis audience untuk selalu mengikuti dan memperhatikan pesan yang disampaikan. Dan dalam ketenangan ada dua faktor yang mendukung yaitu: keramahan dan kesederhanaan. Kedua-duanya akan menambah simpatik dari para komunikan.



Dakwah dalam kata lain dapat disebut dengan amar ma’ruf nahìmunkar atau mengajak pada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran. Menurut pernyataan Syekh Muhammad Abduh sebagaimana dikutip oleh Taufiq Asy Syawi memberi pernyataan bahwa ayat-ayat Al Qur’an mengenai amar ma’ruf nahi munkar adalah dasar wajibnya musyawarah dan komitmen terhadapnya. Hal ini merupakan jawaban yang tegas bagi orang-orang yang membantahnya. Karena amar ma’ruf nahimunkar dengan segala universalnya mewajibkan seluruh individu agar mewakili jamaah dalam memerintah dan melarang sesuatu yang harus dítetapi. Dan mungkin lebih dari itu, hal ini mewajibkan kepada mereka untuk mengambil tindakan praktis dalam bentuk perintah atau larangan untuk mencegah kemungkaran dan menetapi kebaikan.

Pada dasarnya musyawarah adalah sesuatu yang telah diajarkan oleh rasul untuk mencapai keputusan yang baik dan benar dalam masalah apapun entah berupa agama, atau masalah negra hingga masalah  yng paling kecilpun. Sehingga rasul mengajarkan dasar musyawarah yang baik secara benar secara amar maruf nahi mungkar.

Dan musyawarah bidsa juga menjadi ladang dakwah dalam menegakkan kebenaran dan mencegah kemungkaran.



Adapun yang dimaksud dengan dakwah dalam musyawarah adalah nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam musyawarah sehingga dapat dikategorikan sebagai sebuah proses untuk ber’amar ma’ruf nahimunkar.



Sebagaimana telah disampaikan oleh DR. Taufiq Asy Syawi bahwa instrument dakwah dalam musyawarah meliputi:

Pertama, musyawarah sebagai kesetiakawanan, kekuatan serta kemerdekaan individu dan hak-hak mereka sebagai manusia. Ini adalah arti musyawarah dalam bentuk universal dimana eksistensi orang banyak, kemudian hak dan tanggungjawabnya diambil dari seluruh individu sebagai bagian dari solidaritas seluruh individu tersebut. Dari konteks ini dapat digarisbawahi bahwa kepentingan orang banyak harus lebih diutamakan dari pada kepentingan individu.



Kedua, musyawarah dapat dikatakan sebagai instrument dakwah apabila musyawarah dapat menjadi tempat memuliakan dan membimbing seseorang menuju arah yang lebih baik. Ketika manusia bebas melalui jalan yang dipersiapkan oleh syariat untuk memerdekakan bangsa dari cengkraman berbagai faktor material, dan juga dapat membebaskannya dari pengaruh aneka teori dan filsafat yang membelenggu mereka dalam mengatur urusannya sendiri dan dalam menggunakan haknya dalam menjalankan semua urusan itu sehingga memperoleh kemerdekaan secara sempurna, disitulah letak musyawarah sebagai pemuliaan dan bimbingan.

Yang ketiga adalah, musyawarah sebagai kaidah sosial. Dapat dikatakan bahwa musyawarah sebagai kaidah sosial apabila musyawarah tidak menjadi saka guru pemerintahan yang akan membatasi kekuasaan para penguasa, tetapi yang dapat menjadi

tiang tegaknya kemerdekaan individu dan hak-hak bangsa dalam kesetiakawanan masyarakat dalam segi tatanan sosial, politik, ekonomi dan masalah-masalah kemasyarakatan yang lainnya.

Keempat adalah musyawarahsebuah kekuasaan yang fitri

 Maksudnya adalah dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara musyawarah harus menjadi fondasi utamanya, dimana disitu ada umat yang mengharapkan sisi humanis menyadari setiap tatanan sosial yang berlaku. Olehkarena itu, fiqhul khilafah dan sistem pemerintahan harus kembali pada prinsip musyawarah. Artinya kebebasan yang diberikan oleh Allah kepada manusia tidak terbatas pada individu-individu saja tapi juga memberi kebebasan kepada jama’ah dan umat yang dewasa.

Kemudian musyawarah dapat dikatakan menjadi instrument dakwah apabila musyawarah dapat fondasi HAM dan dapat menjalin kerjasama yang baik dan halal dalam mencari materi. Musyawarah sebagai teori umum dimulai dari hak asasi manusia dan kebebasannya serta kekuasan umat dan kedaulatannya. Karena penekanan HAM dalam syariat tidak terbatas pada kebebasan pribadi saja tetapi juga menetapkan dalam hal yang bersifat jama’ah. Diantaranya adalah hak dalam penggunaan harta dan jama’ah sebagai wujud kesetiakawanan sosial yang mengharuskan kerja sama.

Dan yang terakhir adalah musyawarah dapat membangkitkan semangat untuk saling menguatkan tali persatuan dan kesatuan. Dalam kenyataan mayoritas negara-negara Islam yang masih berkembang, terbelakang dan tertinggal dari segi ekonomi, iptek maupun sumber daya manusianya, merupakan hal yang wajar apabila mayoritas rakyatnya mudah tergiur dengan gaya hidup yang hedonisme. Sehingga dengan gaya hidup tersebut umat akan semakin meninggalkan agama dan kultur yang telah ada sejak nenek moyang. Dengan adanya musyawarah diharapkanakan membawa persatuan bagi umat karena berbeda dalam mensikapi budaya hedonisme tersebut.

            Berbeda bagaimanapun dengan adanya jhubungan yang erat melewati sebuah musyawarah yang santun saling menghormati satu sama lain walau berbeda pendapat tetap saling menghormati satu dengan lainnya, dengan yaqin dan tulus serta baik dalam mengungkapkan pendapat akan memunculkan pendapat yang mengagumkan dan mencapai kesepakatan dan keputusan yang baik pula.