Resensi
novel yang berjudul “UMANG”
Karangan:
Ferry Irawan Am
Judul : Umang
Penulis : Ferry Irawan Am
Penerbit : Diva Press
Tahun Terbit : 2009
Tebal Buku : 356 Halaman
Penulis : Ferry Irawan Am
Penerbit : Diva Press
Tahun Terbit : 2009
Tebal Buku : 356 Halaman
Penulis resensi: Slamet Miftahul
Abror
Umang, sebutan bagi anak yatim piatu yang malang
oleh orang-orang daerah Musi, Sumatera Selatan. Desa Donorejo, Kecamatan
Jayaloka, Kabupaten Musi Rawas. Nama tokoh dalam cerita ini adalah firmansyah.
Sumatera Selatan adalah awal perjalanan hidup Firman. Firman adalah seorang
anak kyai besar dijawa yang dirampok dan dibunuh serta dibakar rumahnya, namun
ketika itu Firman masih bayi dan saat kedua orang tuanya dibunuh bayi itu
tergeletak diatas ranjang didalam rumah, dan rumahnya dibakar karena merasa
kepanasan bayi itu menangis sehingga salah satu hati perampok tersentuh dan
tidak tega terhadap bayi itu lalu mengambilnya sebagai anak dan kabur ke pulau Sumatra
dan perampok yang merawatnya bernama pak burhan. Firman tidak akan mengetahui
latar belakang keluarganya, jika laki-laki yang selama ini membesarkannya, pak Burhan
bercerita mengenai asal usulnya ketika menjelang sakarotul maut. Lelaki yang
telah merampas kehidupannya, yang membuat hidupnya menjadi seorang Umang. Namun
Firman tidak bisa membenci dan menyalahkan ayah angkatnya yang telah membunuh
kedua orangtuanya, karena bagaimanapun beliau telah menyelamatkan dirinya dari
kobaran api dan membesarkannya hingga cukup dewasa sekitar 5 tahunan.
Ketika ayahnya pak
burhan meninggal ia sangat sedih hingga ia dicap sebagi orang gila, karena
Firman terus menangis di kuburan ayahnya.ketika ia menangis sendiri di kuburan
ayahnya ada anak kecil perempuan yang kasian melihatnya, namun Firman
menyuruhnya pulang, namun ketika perempuan kecil itu hendak pulang dia terjatuh
dan tidak bisa berjalan lagi sehingga Firman menolong dan menggendongnya.
Penderitaannya pun bertambah ketika ia sampai dirumah Pak Salim ayah perempuan
itu. Firman dituduh melakukan hal yang tidak senonoh sehingga dirinya dipukuli
sampai babak belur dan diusir dari kampungnya. Firman akhirnya lari ke sebuah
tempat di dekat sungai yang kala itu sedang banjir. Ia pun hanyut di sungai
tersebut. Untunglah keesokan harinya dia masih hidup dan ada seorang direktur
perusahaan minyak yang menolongnya dan mengangkatnya menjadi anaknya. Sayangnya
kebahagiaan budi hanya berlangsung sekitar 7 tahun. Setamat SD, ia harus
kehilangan Bapaknya yang kedua, karena kecelakaan kerja. Setelah itu Firman
ditinggal Ibunya yang dibawa keluarganya ke Medan keluarga ibunya tidak mau
mengajak firman karena firman bukan anak kandungnya. Firman kembali menjadi
sebatang kara.
Ia memutuskan untuk merantau ke Jawa. Berbagai kejadian telah ia
lalui, hingga ia menghina makam Sunan Ampel, dan ia harus ditahan security. Ia
bermimpi bertemu dengan Sunan Ampel untuk mencari kyai bernama abah anom. Setelah
ketemu Firman diangkat menjadi santrinya dipesantrennya. Hingga ia karena
kesucian hatinya ia ditemui oleh sunan kalijaga dan diberi kemampuan hafal al
quran dalam satu malam. Dari situ banyak kisah yang dialami nya. Dari mencintai
Ning Hesti, dan bertemu teman masa kecilnya Mayang Sari yang sudah pindah
keyakinan. Hari berlalu dan akhirnya abah anom mendekti wafatnya abah anom
kyainya bercerita bahwa dia adalah salah satu perampok yang membunuh orang
tuanya dulu jadi Firman mengetahui bahwa Abah Anom adalah Sadewo, anggota
perampok yang telah membunuh kedua orangtua kandungnya.
Firman sempat mengikuti tes beasiswa kuliah di Qatar, namun dia
belum berhasil. Prestasi Firman yang paling popular yaitu grup music Santri
Mbalule yaitu menyatukan berbagai budaya Indonesia menjadi satu. Ia mendapat
tawaran pentas di TMII. Namun dia terus merasa gelisah dan tidak tau sebab
gelisahnya tersebut, dan untuk mengatasinya ia mencari tahu dengan ilmu pelepas
sukma. Ternyata banyak darah dan jeritan sehingga Firman ketakutan. Awal
pementasan berjalan dengan lancar, tetapi Firman tidak sadar membacakan syair
lagu yang bercerita tentang Tragedi Bintaro. Ketika dia membawakan syair
tersebut, terjadi tabrakan kereta api KRD nomor 225 jurusan Rangkas
Bitung-Jakarta dan kereta api nomor 220 jurusan Tanah Abang-Merak. Di lain
sisi, Mayang tidak sabar menonton pertunjukan itu dan ia memutuskan naik kereta
tersebut karena ban mobilnya bocor. Mayang pun ikut menjadi korban Tragedi
Bintaro tersebut. Firman kemudian mendoakan sahabatnya itu. Setelah itu, kabar
gembira datang dari Syekh Ibrahim dosen universitas Qatar yang juga melihat
penampilan Firman di TMII tersebut. Dia memberitahu bahwa Firman dapat kuliah
di Qatar dengan biaya dari beliau. Firman menerimanya dengan senang hati. Tak
disangka kehidupan yang dahulu sengsara berakhir bahagia. TAMAT
semoga bermanfaat.
TAPI KALAU LOE BACA SENDIRI NOVELNYA.....BEH.....TAK JAMIN NETES DAH AIR MATAMU KARENA HARU...